HomeBeritaFIRMAN TUHAN IBADAHJUBAH KEMULIAAN 2 – JUBAH YANG TERBAIK

JUBAH KEMULIAAN 2 – JUBAH YANG TERBAIK

Ringkasan khotbah Pdt. Yehaziel Silvanus Elnatan Osiyo, M.Th

Minggu 09 Oktober 2022

Wahyu  19:8Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!” [Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus.]”

Jubah kemuliaan bukan berbicara tentang pakaian secara fisik, tetapi ini adalah pakaian rohani yang mahal dan sifatnya kekal. Setiap orang percaya memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki/mengenakan jubah kemuliaan ini, jadi mari kita semua menyiapkan diri untuk terus mempergunakan kesempatan/kehidupan yang ada secara maksimal.

Pakaian/jubah terbaik yang kita miliki pasti memiliki harga yang paling mahal. Tetapi jubah terbaik dari Allah pasti lebih mahal dan lebih bernilai dari semua jubah termahal di dunia ini. Kita akan belajar bersama-sama tentang jubah yang terbaik dari perumpamaan anak yang hilang dalam Injil Lukas 15:11-32.

Perumpamaan ini diberikan untuk memberikan penjelasan tentang kerajaan sorga. Allah sedang menanggapi ahli Taurat dan orang Farisi yang mencibir Yesus karena duduk makan dengan orang berdosa.

Tokoh utama dalam perumpamaan ini adalah “Sang Bapa” sebagai gambaran dari Bapa Sorgawi yang adalah pusat dari segalaya. Tokoh pendampingnya adalah Si Sulung dan Si Bungsu, sebagai gambaran manusia lama yang sangat “perasa”.

Ada 4 rasa yang mereka tunjukan, yaitu :

1. MERASA BERHAK

Bungsu: “Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. ” (ay.12). Merasa harta bapanya adalah hartanya, seolah-olah si bungsu yang bekerja untuk mendapatkan harta itu

Sulung: “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. ” (ay.29) Si Sulung merasa sudah taat (belum pernah melanggar) merasa berhak untuk menikmati kambing domba ayahnya

Ini adalah hal yang seringkali terjadi dalam kehidupan ini tetapi kita tidak menyadarinya. Merasa semua milik Allah adalah milik kita. Merasa bahwa ketaatan kita bisa kita gunakan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ingat! Allah bukan pribadi yang transaksional. Taat adalah kewajiban  – dan berkat adalah kedaulatan Allah. Kita tidak bisa menyuap Allah dengan ketaatan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

2. MERASA TERPENJARA

Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. (ay.13). Bagi Si Bungsu tinggal di rumah bapa rupanya merasa diberatkan dengan terlalu banyak aturan yang harus diikuti. Ketika sudah mendapatkan yang diingini, ia pergi menjauh dari sang Bapa, ia ingin bebas. Ahli Taurat dan Orang Farisi  – adalah orang yang tahu kebenaran, dekat dengan keselamatan, tetapi ketika tahu banyak aturan, hal itu menjadi beban yang menakutkan bagi mereka.

Si bungsu menuntut berkat/warisan- tetapi ketika sudah diberikan tidak digunakan dengan baik, semua digunakan untuk memuaskan diri sendiri. Hakikat dosa adalah menjauh dari kasih karunia Allah.  Hati-hati, kejahatan si bungsu tidak mencelakai orang lain, ia tidak melakukan tindakan kriminal, ia hanya menjauh dari bapanya. Secara rohani, Si Bungsu menjauh dari kasih karunia Allah. Kejahatannya seolah-olah nampak tidak berbahaya, tetapi dampak dari kejahatan itu sangat besar dan merusak kehidupan Si Bungsu.

Pengorbanan Allah adalah karya yang begitu luar biasa. PengorbananNya menciptakan perlindungan/pemeliharan yang sempurna/lengkap. Jadi ketika kita menjauh – maka perlindungan itu hilang

3. MERASA MAMPU

Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. (ay.14)

Si Bungsu Merasa bisa hidup jauh dari bapanya. Kita seringkali juga bersikap seperti ini, merasa mampu dengan kekuatan sendiri, tidak percaya dengan Tuhan/perlindungan/pemeliharaan Tuhan.

Yeremia 17:5 “Beginilah firman TUHAN: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!

Ada anak Tuhan yang secara fisik rajin bersekutu – rajin ibadah – rajin pelayanan, tetapi hatinya jauh dari Allah.

Karena hartanya habis dan ia harus bertahan hidup, si Bungsu memutuskan untuk bekerja sebagai penjaga babi.  Dalam hukum Taurat babi adalah binatang haram/najis, jadi dapat diartikan bahwa pekerjaan si Bungsu dan segala hasilnya adalah haram/najis.

Wahyu 3:17 Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,”

Gambaran kondisi orang yang jauh dari Tuhan adalah melarat, malang, miskin, buta dan telanjang. Orang yang merasa mampu, mempertaruhkan segalanya di tangan sendiri. Tetapi orang yang dekat – tinggal dalam kasih karunia, mempertaruhkan segalanya di tangan Allah.

Hakikat dari neraka adalah penderitaan akibat menjauh dari kasih karunia Allah. Berbagai penderitaan yang datang dalam kehidupan adalah bagaikan suasana neraka. Si bungsu melarat, menderita,kelaparan, bekerja di tempat yang tidak layak. Jika ini terjadi dalam kehidupan saudara, intropeksi diri dengan kehidupan saudara.

II Korintus  12:9 Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Jangan hidup menjauh dari kasih karunia Allah.

4. MERASA SUPERIOR

Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk…(ay.28)

Tetapi baru saja datang ‘anak bapa’ yang telah memboroskan harta kekayaan bapa…(ay.30)

Ketika si Bungsu pulang, si Sulung tidak mau mengakuinya sebagai adiknya, ia menyebut adiknya sebagai “anak bapa”. Ia merasa superior, merasa Allah salah, ngambek karena apa yang ada di sekitar tidak sesuai dengan keinginannya.  Orang yang merasa superior akan mudah marah, cemburu dengan berkat orang lain.

Perhatikan

“Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.”( ay. 22)

Si bungsu diberikan jubah yang terbaik, cincin dan alas kaki. semua hak yang pernah hilang direstorasi oleh bapanya. Berdasarkan hukum taurat, warisan anak sulung itu dua porsi (double portion). Si bungsu diterima dengan baik, ia kembali hanya ingin menjadi pelayan, tetapi semua diluar ekspektasi, ia diposiikan sebagai tuan (memakai alas kaki) di rumah bapanya.

Si bungsu mendapatkan semua ini karena :

  1. Si Bungsu adalah gambaran seorang anak yang ‘Sejati’.

Ia bisa mengerti hati bapanya, bisa berkomunikasi, menyadari kebutuhannya sebagai anak secara jasmani dan rohani. Jika kita masih memiliki orang tua jasmani, bangun relasi  – keintiman dengan mereka. Jika kita adalah orang tua (bapa), jadilah bapa yang punya hati bapa surgawi, terus berjuang ketika anak mulai terhilang. Bapa-bapa, tugas dan tanggung jawab kita adalah mendewasakan anak secara jasmani dan rohani

  1. Si Sulung tidak pernah mengalami keubahan menjadi Manusia Baru.

Si Sulung merasa cukup dengan status sebagai anak bapa – tidak merasa perlu menjadi manusia baru, tetap merasa berhak untuk menikmati milik bapa. Ingat! Setiap kita harus mengenakan manusia baru, manusia yang sadar siapa bapanya.

  1. Si Bungsu benar-benar menunjukkan perubahan karakter yang sungguh-sungguh.

Si Bungsu keluar dari rumah sebagai pribadi yang sombong – kurang ajar, tetapi ketika pulang sudah menjadi pribadi yang baru. Ayat 24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. Ini adalah pengakuan bapa atas perubahan karakter si bungsu. Perubahan karakter adalah sesuatau yang ditunggu Bapa surgawi.

Ahli Taurat adalah kelompok rohaniawan yang  merasa paling bersih, murni, suci. Mereka merasa tidak perlu lahir baru dan memiliki karakter baru. Yesus hadir menunjukkan karakter yang sempurna. Ketika ia naik, Roh Kudus diberikan agar kita dimampukan menjadi seperti Kristus. Selama masih ada nafas hidup, Tuhan mau kita mengalami pertumbuhan karakter.

Si bungsu mengalami keubahan, ia kini menjadi manusia baru, manusia yang sehat secara rohani

Dari kisah tentang si Bungsu, gaya hidup yang sehat :

  • Ia merenung

“Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.” ay. 17

Kata merenungkan dalam bahasa Inggris ditulis sebagai meditate. Meditate atau meditasi yang dimaksud dalam perenungan bukanlah meditasi yang biasanya dilakukan oleh orang non percaya yaitu dengan mengosongkan pikiran. Meditasi/perenungan/merenungkan yang dimaksud adalah merenung – mengisi pikiran/dianoiya dengan kebenaran firman Allah, seperti yang tertulis dalam kitab Mazmur 119:97-106 “Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari……...” Merenungkan firman Tuhan dilakukan setiap hari.

  • Sadar akan keberdosaannya

“Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. ay 18-19

  • Membuat komitmen untuk kembali

Ayat 18-19. Dengan detail si Bungsu membuat komitmen, bangkit dan pergi, merencakanan apa yang akan dikatakan kepada bapanya.

  • Dia eksekusi komitmennya

“Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” ay. 20  

Si bungsu benar-benar melakukan apa yang ia rencanakan, ia kembali kepada bapanya.

  • Dia mengakui dosanya

“Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.”

Inilah gaya hidup yang harus dilakukan setiap hari, agar hidup kita KUDUS – inilah yang dikehendaki Tuhan atas kehidupan kita. Orang yang disiplin secara rohani pasti memiliki perilaku yang berbeda.  

Penutup, men”DEKAT”lah kepada Bapa – ketika kita “dekat dengan BAPA, kita akan disadarkan akan ”keberdosaan” kita.

JUBAH YANG TERBAIK ITU MENANTI KITA